Hai, Bu – Aku Ingin Cerita

 

Bu, hujan berhenti dan aku tidak tahu harus menulis apa lagi. Mereka bilang aku harus fokus pada impian, pekerjaan, dan kapasitas yang kumiliki. Tapi mereka tahu apa soal itu semua, soal aku? Tidak, Bu. Mereka hanya mengenalku sependek yang pernah kuceritakan pada mereka, tidak lebih. Perihal aku suka sayur dan tidak, perihal pedas atau sumer saja mereka tidak paham.

 

Hujan sudah berhenti, Bu. Aku masih menulis hal yang jika kubaca ulang atau dibaca orang, ini semua kosong. Hidupku sudah kosong. Ternyata hidupmu dan amarahku adalah amunisi yang selama ini membuatku benar-benar hidup. Bukan cinta? sepertinya itu hanya bumbu. Aku tidak benar-benar paham soal konsep itu.

 

Ketika hujan berhenti, aku mulai mengerti bahwa kekanakku tidak lagi berguna. Aku hanya membayangkan soa bermain hujan, tanpa menyentuh satu tetespun.

 

kompasiana

Lalu apa yang istimewa dari semua ini? Aku kehilangan aku, rasa percaya diri, tulisan-tulisanku, dan aku kehilangan ambisiku untuk waktu yang jauh. Seperti tidak ada lagi yang istimewa, selain tetap menyimpan keinginan untuk segera enyah dari tempat busuk ini.

 

Kau tahu, Bu? Terkadang aku begitu benci pada orang-orang yang sok tahu dan banyak bicara itu. Mereka sombong dan nir-empati. Mereka lebih sering meminta orang lain memaklumi kejahatan mulut mereka daripada belajar menghargai perasaan orang lain (orang yang mereka gunjingkan, orang-orang yang mereka objektifikasi). Aku juga ragu dengan semua omong kosong itu.

 

Jadi, bukankah seharusnya aku pergi lebih cepat? Pergi jauh dan hilang?!



Tulungagung, 04 Februari 2023 

Post a Comment

0 Comments