Dear Kakofoni


Sulit mengingat kapan pertama kali dikenalkan dengan pemilik Kakofoni. Mungkin kisaran 2017, atau 2018? Entahlah. Ada beberapa kesempatan yang kudapat untuk bisa duduk selingkar bersama orang yang kerap kupanggil ‘om’ itu, pada forum-forum diskusi literasi, utamanya sastra. Pertemuan-pertemuan yang paling mudah kuingat ketika sama-sama sering bertandang ke salah satu kontrakan di Srigading. Tak banyak obrolan, sekadar mengulas judul buku yang tentunya begitu asing di telingaku. 


Aku banyak berutang budi pada si pemilik Kakofoni itu. Darinya aku mengenal beberapa hal baru, yang kemudian kupelajari, kupahami. Meskipun ada banyak aspek yang kadang bertolakbelakang dengan cara pandangku. Kadang merasa aneh saja dengan apa-apa yang ia lakukan, yang tidak bisa kupahami, kumaklumi.

 

Setidaknya itu membuatku sadar, ada manusia macam si pemilik Kakofoni di dunia ini. Manusia-manusia yang di kemudian hari lebih banyak kutemui ketika menjejakkan kaki di Yogyakarta dan kota-kota lain. Berkat orang-orang macam si pemilik Kakofoni itu, aku tidak lagi canggung ketika memutuskan beranjak dari satu kota ke kota lain, bersua dengan berbagai rupa wajah.

 

Radar Tulungagung

Ada banyak pribadi yang membuatku memaknai ulang hidup dan kehidupan. Pribadi-pribadi yang sebenarnya bisa hidup tenang, berkelimpahan materi, tetapi memilih tinggal jauh dari sarangnya, mencari suaka di sana sini, dan benar-benar bisa merasai hidup dengan kehidupannya sendiri.

 

Ada momen-momen ketika kami berjarak begitu asing, llau dipertemukan kembali, dan hilang lagi. Ada ketidakteraturan dalam relasi kami. Tapi sang guru, si pemilik Kakofoni itu nyatanya tidak benar-benar asing di sini. Pada akhirnya Tulungagung ia pilih sebagai ruang tempur dan saling temu antar sejawat dan manusia-manusia ragam wajah.

 

Aku ikut senang, melihat tempat kelahiranku punya gairah. Sebab belum banyak kujumpai orang macam si pemilik Kakofoni di arena tempur ini. Sebagai penikmat, tentu aku tidak punya ekspektasi lebih, tetapi sejak awal aku tahu Kakofoni punya daya ledak yang cukup kuat untuk membesarkan diri di Tulungagung.

 

Bagi ia yang tak menyerah pada kehidupan dan mandeg di zonanya, ia akan tetap besar. Bagi ia yang mencintai hentakan dalam hidup, ia akan berlimpah anugerah dari semesta. Selamat memeringati apa-apa yang patut diperingati. Selamat bertumbuh di Bhumi Bonorowo, Kakofoni. []

 

Tulungagung, 17 Juli 2022

Post a Comment

0 Comments