Mencumbu Pagi

Mentari mulai meninggi sekarang. Sengatnya sudah mampu membakar semangat para ibu untuk berjibaku di dapur. Dan aku, mentari juga mulai berbisik padaku. Ia katakan bahwa aku harus menyelesaikan tugasku di pagi ini. Aku pun memulainya dengan iringan lagu-lagu campursari milik Didi Kempot.
Yaa, aku memang begitu suka lagu-lagu Jawa. Bukan pada campursarinya, tapi lebih pada gending jawa, tembang-tembang lawas seperti dandang gula, mijil, kinanthi, dan semacamnyalah. Maklum, sejak kecil aku terlalu sering mendengar lagu-lagu itu dari radio milik abah. Hampir setiap pagi dan sore abah selalu mencari lagu-lagu jawa tersebut. Tak heran jika sekarang aku mengikuti jejak kejawennya (suka lagu jawa).
bola.com
Kembali ke cerita awal. Aku mulai membersihkan setiap sudut rumahku. Dari mulai halaman mushola sampai teras depan rumah. Aku memang selalu melakukan rutinitas ini setiap aku di rumah. Aku yang jarang pulang membuat rumah ini seperti jarang tersentuh tangan-tangan cantik. Ah, aku mulai berlebihan sekarang.
Ketika tadi aku menyapu halaman depan rumah, aku baru menyadari bahwa rumah ini tergolong rumah yang memiliki pekarangan luas. Yaa tak heran lagilah kalau aku selalu capek. Tapi ada yang lain ketika aku mulai mengumpulkan sampah yang didominasi oleh daun-daun mangga depan rumah. Apa iya sampah daun baunya wangi?
Ternyata eh ternyata, wangi yang membuat hidungku sampai tersedak adalah wangi yang berasal dari bunga-bunga melati milikku. Aku tak menyangka mereka tumbuh subur di cuaca yang galau seperti ini. Aku sempat mengira bahwa melatiku ini sudah kering, bahkan mati. Tapi ternyata aku salah. Mereka justru sangat segar pagi ini.
Melati-melati ini sedari tadi telah mampu mencumbu pagi. Aroma mereka membuat sang fajar datang lebih cepat. Sengat mentari yang menjadi semangat para ibu juga datang karena undangan mereka. Ku lihat mahkota-mahkota putih itu merunduk malu. Mereka begitu sungkan menyapa pemiliknya ini. Padahal aku ingin sekali dapat bercakap dengan mereka, mahkota-mahkota putih yang cantik, mungil, dan begitu indah.
Aroma-aroma pencumbu pagi telah mampu datang tanpa paksaan. Aku hanya mengharapkan para melati itu mekar setiap fajar beranjak datang. Agar tak ada lagi rasa pilu pada diri para mahkota-mahkota putih itu. Agar setiap harinya, melati-melati itu mampu mencumbu pagi. Dan kini aroma melati masih mencumbu sang pagi, yang mulai beranjak pergi.
‪#‎Morfo_Biru‬
07/06; 08:20

Post a Comment

0 Comments