silhoutte

Di atas silhouette, aku bagai terancam. Tak mampu melukiskan emosi lewat kertas-kertas lusuh ini. Anganku tertahan, tak mampu memecahkan diri, masih tak mampu mengurai makna sepi yang mengiringi.
Sepanjang hari, aku masih memandang langit hingga jatuh pada kerumunan daun yang gugur perlahan. Namun sekedar itu, hanya selayang pandang tak berkelanjutan.


Sepanjang hari, aku masih memandangi langit yang sama, lewat jendela yang sama, dan di ruang yang sama, meski dengan warna langit, waktu, dan suasana yang begitu jelas berbeda. Terkadang aku bosan hingga berceletuk nakal, "wahai langit pagi dan siang, enyahlah karena aku begitu bosan memandangimu. Tapi langit, apakah kau bosan denganku? Yang terus saja memandangimu tanpa malu, lalu seenak lidah menyuruhmu pergi, berharap sesuatu yang besar terjadi. Dan langit, kau tak pernah menjawabku, meski sekedar mampir di awang-awang mimpiku."
Di atas silhouette ini, aku bagai terancam. Tak mampu bebaskan angan yang nyaris terpendam. Sepanjang malam, aku hanya menyaksikan langit hitam yang sesekali berbintang.
Aku sanggup merasakan hempasan ombak lewat hembusan lirih sang bayu yang mengalunkan tiap tetes sang gerimis.
Sebelum petang habis menjulang, aku masih sanggup berdiri diambang kehampaan, dengan secuil biskuit yang begitu sabar mengisi malamku yang kelam.
Kadang, inginku tanyakan pada malam, "Tak bosankah mengiringi sendu piluku, sementara aku begitu kumuh, tirus kurus, bahkan tak ter-urus. Dan lagi, kau tak sudi menjawabku, wahai malam."
Dan masih saja di atas silhouette, aku bagai terancam. Aku masih seperti ini, mencintai si pahit kopi dan sang gerimis ketika ia sabar menemani. Namun begitu, aku tak lagi mampu menikmati kehangatan secangkir kopi yang ku suguhkan sendiri. Aku tak mampu bernaung pada germis yang ku undang sendiri.
Mungkin kini aku tak layak untuk bertanya pada kedua cintaku ini, "wahai kau, secangkir kopi dan gerimis, tak sudikah kalian membagi cinta padaku? Sudahkah sang silhouette menjadi pemecah cinta kita?, aku menyadari bahwa disini, aku begitu sering mengacuhkanmu, tapi sungguh aku tak menduakanmu."
Dan sekali lagi, ku masih terancam, oleh silhouette yang meliuk-liuk tak tentu arah. Ia kadang menopang, namun begitu seringnya ia menyeret dan menjatuhkan, ia bahkan begitu tega memerosokkanku.
Kau, sang silhouette yang tak ku tahu siapa kau. Tak pernah bosan membayangiku dengan bayang-bayang hitam yang berwarna. Maka demikian, tetaplah disini, setidaknya ajari aku bahagia dalam rumus ketiadaan, dan menghilang dalam keramaian serta tetap tenang dalam rumitnya kehidupan para manusia-manusia jalang.

Post a Comment

0 Comments