Kabar Duka, Sajak dan Ziarah Menuju Hening - Puisi-puisi Dian Mey


 Kabar Duka

Kau pamit sekadar pergi untuk kemudian pulang kembali, tapi nyatanya kau menyelami kehilangan untuk pulang pada yang lebih abadi...

 

Duka ini milik bersama, padanya pulang mengantar hilang, juga duka yang membawa kita pada luka menuju luka lain tanpa jeda untuk sebatas kita seka.

 

Dedo'a lirih ini mengundang tangis, tentu.

Sementara harapan demi harapan dirapal khusyuk, mengundang yakin.

Ada pilu pada sedihku, ada sesak pada dadaku.

 

Terima kasih dan selamat jalan rasanya tak ada beda, kami bersama mengenang jasa, mengingat pengorbanan, juga perjalanan yang usai untuk kita dibersamai berdua...

 

 

Watulimo, 25 April 2021

 

 

Tentang Kabar

 

Lelah mengambang di mataku, saat siang bertamu malu pada hari-hariku.

Rasanya ada sesuatu yang sama, kita menyadari bahwa banyak hal semakin menyesakkan dada.

Mungkin benar bahwa menjadi tahu demikian menyiksa.

Karena ketidakmampuan membenahi hal-hal nyata hanya melempar kita pada resah menuju sesak menyumbat nalar.

Pernahkah kau mengutuk pengetahuan yang tidak membawa kita kemana-mana?

Sadarkah kau bahwa pengetahuan juga yang membawa orang demikian berkuasa dan terlena?

Kita sekali lagi, diajak gila pada kenyataan yang lebih layak untuk ditertawakan.

Diminta paham untuk hal-hal yang tidak rasional. 

Mari duduk bersamaku.

Mari kita arungi kecemasan ini, dengan kesadaran masing-masing, menuju tangis sendiri-sendiri.

 

Ngembel, 16-8-2021 

unsplash

 
 

Roekmini

 

: Sajak untuk Adik Perempuanku.

 

Roekmini, kau kah itu? Kutangkap bayangmu hadir lewat apa-apa yang lewat di sekeliling. Pada pasir, pada ombak, pada basah, pada angin, juga pada hembus nafas. Siang telah beranjak, saat pamit kau selipkan bersama angin sore di pantai ini. Tapi kau tetap tinggal bukan? sebab kau adalah ingatan akrab yang menetap, yang abadi, yang bernilai. Kau kah itu Roekmini? Deru ombak menyentuh pasir, membawa kabar semilir, mengantar hadir. Tapi apa yang perlu kita tandai dari rupa kehadiran, sementara kau dan aku adalah satu yang tak mengenal sekat untuk kemudian bertemu, karena kita adalah satu. Maka untuk diriku, untukmu, Roekminiku. Kau adalah diri tempat bertanya, bahwa berbahaya, juga berdaya.

 

Watulimo, 22:28 25/06/2021

 

  

Melukis Perempuan

 

: Langkah Mula-mula, Sajak untuk Jazil

 

Esok hari, di ujung sana, seseorang mungkin sedang menari di bawah rintik hujan pagi atau justru sedang berjemur tipis di bawah sinar mentari. Dan melukis perempuan, selalu menakar pintu menuju misteri. Serupa menawarkan jalan panjang meniti langkah jauh, lewat satu langkah mula-mula.

 

Lalu aku ingin bercerita padamu, Zil, tentang devosi keagungan perempuan. Bagaimana kemudian aku dan seterusnya begitu terkesima pada dharma cinta Dewi Sati putri Daksha Prajapati. Atau kesetiaan kekal yang digambarkan Anggraini atas nama Palgunadi.

 

Zil, di tengah perjalanan merengkuh lupa dan menimang kesadaran, bolehkah aku bertanya padamu? Sudah berapa musim kesetiaan atas diri sendiri ditempa dalam sanubari? karena dari hati, satu langkah; mula-mula.

 

Trenggalek, 14-8-2021

 

 

 

Sajak Penantian

 

: Malam, Do'a dan Sajak Rindu

 

Di tepian malam, lewat pijar lampu kunang-kunang, kau boleh menjelajah sunyi dengan meminjam mataku yang enggan terlelap. Barangkali, kau akan mengenal hakikat sunyi, juga menapaki malam bertaburan doa dan harap yang mampir pada langit-langit atap.

 

Pada sunyi yang kita kenal sebagai kebisuan kata, wajah kita hanyalah penampakan baru dari ribuan tanya, penantian dan harapan pasti setiap manusia di alam raya.

 

Kiranya begitulah aku menantimu dalam rapalan do'a, juga kau menungguku dengan cemas tanpa tanda.

 

Maka hidup manakah yang perlu kita rayakan?

 

Sementara aku padamu, tak sehebat penantian Sathi atas Siwa di kehidupan dunia, juga tak sekuat Hawa menuntun temu atas pencarian Adam selepas terusir dari surga. Aku biasa sebagaimana kebanyakan manusia.

 

Maka untuk menandai penantian, telah lama aku kirimkan ribuan sajak rindu lewat puisi paling jujur dari kedalaman hati. Barangkali ia adalah firasat atas janji kesediaan yang diikatkan takdir, yang ditautkan waktu. Dan kita tak lebih dari manusia yang saling mencari diri, saling mengakrabi sunyi, menunggu dituntun hati...

 

Watulimo, 29 Juli 2020

 

 

unsplash

Bunga Merah Muda

 

; Melukis Petang, Jalan, dan Isyarat Kata

 

Dari bilik hati, isyarat mengetuk tanda, meminjam istilah ucap, hanyut pada ritme nuansa...

Kau sebagaimana hatiku; melukis perjalanan pada kanvas kehidupan yang warna-warni, juga kudapan hari mengantar sinar menjemput petang yang hangat...

Kau lirih, serupa kalimat sakral yang sulit dilafal. Tapi kau adalah isyarat hati yang keras pada penegasan...

 

Apa kau masih tak mengenaliku, Kekasih?

Bunga merah muda yang kau lihat di pinggir jalan, yang aromanya justru dari dalam hatimu.

Juga kuat akarku adalah ilalang yang menjalar pada kerangka kepalamu...

Apa kau masih bimbang pada kata pulang dan memaknai datang sebagai sebuah kepergian yang mengantar hilang, Kekasih?

Bukankah yang samar adalah yang mengajak berpetualang pada dasar pemikiran. Tapi yang nyata adalah ia yang telah kau temukan.

 

Apa kau masih tak mengenaliku, Kekasih?

Raut kebahagiaan yang menyelinap pada bahasa kelucuan. Puisi kecil yang menjelma kertas bergambar, sementara yang aku kirim adalah diriku.

Di sini, aku adalah kesendirian

Tapi bukankan setiap aku mengenal diriku justru dalam kesendirian?

Dalam pekat, lewat senyap, di atas ketidakberdayaan, lalu kita menjelma diri kita yang paling sublim sebagai rumah berpulang.

Petang, jalan, dan isyarat kata yang terlukis. Adalah aku yang kadang lucu, tapi lebih sering mencintaimu...

 

Watulimo 17:07 23/06/21

 

 

 

Separuh Hati dan Caraku Mencintai

 

Apa kabar puisi-puisi kita hari esok?

Mungkinkah ia masih menjadi sandi atas nasib dan beragam rasa,

atas sepi, damai juga percakapan jujur manusia dengan Tuhannya?

Rasanya setiap bayanganku tak lebih dari kosa kata menuju suatu kata

Seperti ucap pagi saat menjelang tidur, lalu kita menjumpai subuh dengan syukur.

Tidakkah kau membayangkan? seorang pemalu memiliki cinta semacam itu?

 

Ngembel, 16-8-2021

 

 

Merindukan Hening

 

Tak ada yang lebih menghibur dari penat dan bisingnya kecamuk kecuali hening yang telah dicapai. Seperti subuh yang menentramkan, serupa teduh bertali keberserahan.

Mungkin dalam keheningan kita hanya akan menjumpai diri sendiri, tapi bukankah itu yang paling dasar untuk kita capai? Bukankan diri sendiri justru keterasingan paling nyata, yang kerap abai kita maknai sekalipun jiwa terus kita bersamai.

Tidakkah kau juga merindukan hening, Kekasih?

Hening sebagai jalan, hening pula sebagai rumah tuju; karena ia hening yang tidak hanya tujuan yang kasat atas penat. Ia hening yang mengantar, juga menuntut jujur bersandar.

Ia kawan sekalipun sangkal adalah perisai manusia menuju lalai. Hening sebagai rumah bermeditasi, menjelajahi diri, mengenal kedirian; karena hening adalah jalan, juga pencapaian.

 

Ngembel, 12 Juli 2021 21.18

 

 

 

Hening

 

Jika dalam keheningan kata-kata, kau menemukan aku maka itu gelombang rindu. Jika di puncak kesepian kau ketemukan aku, maka aku adalah separuh jiwamu.

Pasang surut dunia menandakan bahwa semua tak sedang baik-baik saja, tapi tidak dengan mimpi-mimpi manusia. Harapan manusia adalah tangga menuju apa-apa, menguatkan segala yang dapat dirasa.

 

Trenggalek, 16-8-2021

 

 

 

Ziarah

 

Tidakkah kita perlu berziarah? Menuju rumah kecil yang paling dekat sekaligus ia yang kerap terasing.

Pada nuranilah, tempat suci terakhir mengetuk pintu.

Atas kebingungan tanya yang bertanya-tanya. Karena ia selalu hadir memberi fatwa-fatwa.

Tidakkah kita perlu berziarah? Mengambil sedikit porsi waktu, menghilang dari terangnya sorot lampu. Jeda atas pilihan hidup yang kadang kekanak-kanakan, meletakkan diri di bawah dan sebawah-bawahnya bayangan kebesaran.

Tidakkah kita perlu berziarah? pulang merawat gelisah, berjalan menuju keberserahan.

Maka pada larut yang tengah terlewati, menuju pagi yang hendak dirangkai gigil.

Serupa mantra kecil anak-anak dalam menyambut pesta hujan dan keceriaan. Harusnya guyur dan omelan bukan suatu hal yang begitu menakutkan.

Ia tantangan, sebab menikmati waktu adalah cara membahagiakan untuk bahagia.

Tapi bukankah kita bukan lagi anak-anak?

 

Watulimo, 23;32 30-05-2021


PENULIS


Dian Meiningtias
Perempuan Tangguh yang Serba Bisa
Penulis Buku 'Perempuan yang Menikahi Burung Hantu'
bisa disapa via fb: Dian Meiningtias

Post a Comment

0 Comments