#MeToo di Indonesia? Butuh Upaya

 

Aku mendengar gerakan ini dua tahun lalu, yakni 2018. Beberapa saat sebelum menamatkan kuliah strata satu di sebuah perguruan tinggi Islam Negeri di Tulungagung. Gerakan #MeToo sendiri menyebar dan mulai dikenal publik sejak Oktober 2017 dan sampai sekarang punya peran besar dalam mengurangi kasus pelecehan dan kekerasan seksual.

 

Tapi sayangnya, sebagaimana disampaikan dalam The Conversation, gerakan ini tidak begitu berdampak ketika sampai di Indonesia, dan akan sangat berbeda ketika di negara-negara lain, misal Cina atau Korea Selatan. Di dua negara tersebut, #MeToo punya basis gerakan yang kuat karena mendapat sokongan dari publik yang sadar bahwa kekerasan sesual mesti dilawan.

 

Sementara di Indonesia, selain produk hukumnya bermasalah, payung hukum yang khusus menangani kasus-kasus spesifik terutama berkaitan dengan kekerasan seksual belum ada. Ditambah budaya masyarakat yang patriarkis masih begitu kuatnya bercokol di masing-masing kepala individu, sehingga jika dampak gerakan ini lemah ketika sampai di Indonesia, hal itu menjadi wajar.

 


Apa lagi, ya? Aspek lain yang turut berkontribusi melemahkan upaya gerakan ini, sehingga sulit diterima oleh masyarakat adalah konservatisme agama, yang kerap dibawa oleh mayoritas kelompok atau organisasi keagamaan. Di mana konservatisme agama membangun benteng-benteng persepsi yang mendiskriminasi perempuan dan membuat suara-suara mereka marginal.

 

Dengan kata lain aku sepakat bahwa dampak gerakan #MeToo yang sudah bisa menggerakkan banyak tokoh internasional untuk ikut bersuara menentang adanya kekerasan seksual, terutama di ruang-ruang publik (termasuk tempat kerja) tidak sampai ke Indonesia.

 

Menurutku, butuh upaya berdarah-darah agar gerakan ini bisa benar-benar punya dampak yang signifikan bagi kemaslahatan perempuan. Tidak hanya mendorong para korban untuk bersuara dan berhenti diam, tapi juga terus menggedor-gedor pintu wakil rakyat agar segera mengesahkan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS).


Yaa, sesungguhnya sampai detik ini kita bersama-sama masih mengupayakan, dengan cara yang dimampui masing-masing, bergerak dengan cara yang berbeda, untuk tujuan yang sama, yakni Sahnya RUU P-KS.


#GerakBersama #JanganTundaLagi #SahkanRUUPKS

Post a Comment

2 Comments

  1. sudah siapkah melakukan perjuangan yang berdarah-darah?

    ReplyDelete
    Replies
    1. dengan dukungan banyak perempuan, harusnya siap, kak.
      heuheu

      Delete