Puisi-puisi Dian Rijal Asyrof

 Cara Menjinakkan Singa

 

Orang-orang miskin adalah singa

diburu ditembak di hutan lindung

dijinakkan dipertontonkan di tengah sirkus.

 

Ramai sorak-sorai penonton

melempar kacang

sebiji jagung

segema ledek

sepotong daging.

 

Ah, ya, daging segar!

 

Sudah berabad-abad para pawang

mencambuk singa-singa sampai mengaum lemah

namun mereka senang dan menari

dengan pecut hitam berkarat di tangannya.

 

Oh sang pawang

apa kalian pernah diterkam

tepat di bagian pikiran dan nurani?

Dengan apa kalian membuatnya jinak?

Mantra-mantra

atau rumus-rumus mahal di bangku sekolah?

 

Jangan bangga mempromosikan kemiskinan!

Ia perlu napas

tatap mukanya

beri sepotong roti

sepiring nasi

alat pancing

atau tangan-tangan

yang mampu membuatnya pergi.

 

Brebes, 2020.

 

Viva

Doa Sebelum Tidur

 

Sebelum tidur aku selalu berdoa:

Tuhan yang cantik jangan bakar kardusku

di mana pun berada

biar jadi tumpukan saja.

 

Meski badannya penuh tatto

ia berdaulat atas hiruk-pikuk perutku.

 

Ketika bersamanya menjelmalah

Engkau sebagai kakek tua.

Barangkali ia rela diambil yang lain

namun sebagai ganti

aku perlu karung dan keranjang.

 

Brebes, 2020.

 

 

Sajak Pesakitan

 

aku tulis sajak ini di ranjang para orang pesakitan yang diserbu serdadu moral

di jalanan bercabang etika, di bulan baik, raja-raja bergegas membunuh

gaduh kehidupan, mengutuk imajinasi agar bersemayam dalam tubuh

kegelapan. raung kidung kegagalan terdengar binal dan banal.

 

aku tulis sajak ini saat topeng kesantunan menampakkan jati dirinya

di saat sekelilingnya tenggelam dalam palung kehampaan. di bulan baik, harapan-harapan

lebih mematikan dari senapan. dan kepadanya segenap jiwa

mengabdikan diri sebagai bentuk penghormatan pada peradaban.

 

pada bias cahaya, kutitipkan sajak ini supaya terbebas dari kungkung realitas

yang membakar isi kepala dan mengundang kabut kekalutan.

barang tentu ada yang menanti nun jauh di sana

dan membacanya berulang kali dengan bahasa sorgawi.

 

Brebes, 2020.

 

 

Melodi Kekecewaan

 

apatah gunanya satu kedipan lampu di semesta

bila tak mampu menggoyangkan pendirian?

kita hidup di mana batuk tersedak-sedak

lebih mengerikan dibanding bertahan

di lingkungan cinta yang bobrok.

 

merasa terang bersembunyi di terowongan cinta

namun ketika lari, hati tercabik-cabik dan tak paham

akan perasaan yang meleleh, yang lara dibinasakan.

 

cinta menjelma pisau runcing bermata satu

yang tak hentinya mengiris-iris batang kesadaran.

kita telah dikendalikan dan tak bisa menyeka harapan

apalagi berteriak tentang kebebasan. sebagaimana keyakinan;

bahwa hati adalah tempat paling asing di muka bumi.

 

dibaringkannya tubuh ini, agar kian nyenyak

terhadap keputusan menebar harap

dalam degupan jantung yang menyerupai melodi kekecewaan.

tak ada kisah lain, hingga dekapan lalai menghibahkan

sepercik caya di ceruk peristiwa.

 

Brebes, 2020.

 

 

Jangan Menangis, Kekasihku

 

Kau kan mengerti betapa ngerinya

keamanan yang beku, kaku

sebab selusin mesiu

kerap mengontrol gerak-gerik.

 

Inilah paradoks akhir jaman

kepercayaan terhuyung-huyung

dalam tenda medan perang.

 

Ketika keberuntungan tergeletak

seperti bangkai hewan di tengah jalan raya

maka sama dengan kesialan

yang mekar berbunga-bunga.

 

Kekasihku

jangan kau menangis

melihat hukum tak berdaulat.

Karena di sini ia adalah dadu

yang dikocok-kocok pemainnya.

 

Brebes, 2020.


Dian Rijal Asyrof lahir tahun 1999 di Brebes, Jawa Tengah. Buku solo antologi puisinya berjudul Kepada Tawa (2020) dan Suara dari Tanah (2020) dengan nama pena Semi Pudar.
Dapat disapa via IG: @semi_pudar dan Fb: Jall


Post a Comment

0 Comments