Puisi-puisi Mat Toyu

Air Kebeningan

Dari sudut matamu, dapat kulihat bulir-bulir kecemasan
Kau tetap pada pendirianmu, menangis di sudut waktu
Melenguh panjang, merasakan ngilu, tulang sumsum rontok

Dari redup sinar matamu, kau biaskan reributan waktu
Ada butiran-butiran debu yang menggeragas dalam dirinya
Kau seperti tak sadar, debu-debu itu membuatmu ganjil
Mencipta tanya tentang segala yang rongsok

Kau biaskan segala yang luruh
Kau hendak melerai jatuhnya air mata, tapi sayang
Air mata berjalan linglung, terhuyung-huyung menopang gendutnya sendiri 

Kau mencoba pasrah pada segala kondisi
Rapuh tubuhmu kau paksa tegak
Menenggak air yang ditapis dari kebeningan malam
Kau cipta keheningan pada keping-keping waktu.

Ketiak Sayap Ayam

Aku berlindung di ketiak ayam

Sedang, sekawanan macan
Tengah menghadapi peluru anjing-anjing
Yang menjaga hutan-hutan dan istana 

Maaf kawan, ketiak ayam membuatku kelilipan
Aku buta, aku terlena, aku ternganga
Aku lumpuh, aku buntu. 

Kebumen, Agustus 2016


Ia Bermake Up

Pada wajahnya ia bedakkan warna pucat kecemasan
Pada bibirnya ia oleskan lipstick kegetiran
di pipinya ada warna lebam kecoklatan

Pada punggung matanya, ia oleskan warna biru kelesuan
di garis-garis matanya, ia tarik pagar tanggul tumpahnya air mata
Pada alisnya, ia arsirkan hitam kemarahan
Pada rambutnya, ia sembunyikan rinai-rinai kesunyian

Ia berjalan, menawarkan kelaparan, mempromosikan kematian.

Kebumen, 21 Agustus 2016


Kelahiran Sumenep, Madura.
Sedang menempuh pendidikan di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dua Antologi Cerpen karyanya berbahasa Madura; Embi’ Celleng Ji Monentar (2016) & Kerrong Ka Omba’ (2019)



Post a Comment

0 Comments