Puisi-puisi Sonokeling



Menjarah Sonokeling

Sembilan satu Sonokeling dijarah pagi buta
Menyisakan tunggak dan luka nganga

Bocah-bocah yang main mengambil jarak
Orang-orang tua tak mau ambil perkara
Sonokeling diangkut tanpa perlawanan

Sembilan satu jadi rentetan angka rupiah
Tapi habis di mangsa penjarah



Memeluk Sonokeling

Kalau Sonokeling jadi ibu
Tak pelak dipeluk bapak dan bapak-bapak tukang balak
Untung Sonokeling bukan ibu

Tapi Sonokeling tak bisa kalau bukan jadi ibu
Tempat anak-anak ngumpet dan mendaras falsafah bumi
Sampai jadi besar dan angkuh
Memerkosa ibu jadi gagang payung dan perabot rumah siap huni

Mengandai-andai Sonokeling jadi ibu
Dinaturalisasi rejim Orde Baru
Jadi penguasa dapur, tirani sumur, objek di kasur

Tapi ibu juga adalah Sonokeling
Sumber hidup, piwulang eling
Tempat jasad anak tumbuh, mengabdi, belajar pekerti
Memeluk ibu, memeluk Sonokeling.




Bertuah dan Punah

Sejak arloji jadi penanda waktu paling pakem
Bapak tak pernah rela masanya terbagi
Pagi-pagi mengasah kapak meninggalkan rumah tanpa sarapan nasi
Dikayuh sepeda jengki dua lima kilometer
Menantang subuh
Demi bertemu kekasih, tujuh Sonokeling

Sonokeling bapak yang bertuah, ber-uang pula
Menyembuhkan orang-orang dari mitos modernitas
“Cukup dipeluk, cukup dipeluk.” Kata Bapak
Kalau orang datang ke rumah minta disembuhkan sakitnya
“Cukup dipeluk, cukup dipeluk.” Ulangnya
Nanti bapak bacakan jampi-jampi

Tuah Sonokeling bapak sampai ke telinga petinggi negeri
Ditawarnya kekasih-kekasih bapak pakai harga paling tinggi
Bakal diramu rakit Sonokeling itu jadi properti
Tuahnya jadi bakal nyalon kedua kali
Tapi bapak tak rela cintanya terbagi


#
Dua pembalak ditangkap
Setelah dokumen-dokumen keburu dicuci
Hasil identifikasi kadaluarsa
Sebab tukang jarah kongkalikong sama tukang investigasi

Bapak kini tak pernah pakai arloji
Sebab waktunya habis dipecundangi para pencuri
Sonokelingnya yang bertuah sudah punah

Tak bisa dapat sisa dari pabrik properti. []


Yogyakarta, 29 Nopember 2019

Post a Comment

0 Comments