Naskah Da'i Tema Pemuda dan Toleransi

Mencintai NKRI Tapi Absen Toleransi?


Jangan bilang cinta NKRI
Tapi sering absen toleransi
Tidak mau saling menghargai
Innalillah innalillah

Pemuda yang cinta Indonesia
Menjunjung Bhineka Tunggal Ika
Dasar negaranya lima sila
Pancasila, itu kita
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ؛

Toleransi adalah menahan diri, berhati lapang, sabar. Toleransi adalah sikap mau menerima perbedaan, tenggang rasa, sikap saling menghargai, baik antar individu maupun kelompok dalam suatu tatanan masyarakat. Toleransi menjadi begitu penting, terlebih jika diterapkan pada negara kesatuan kita, Indonesia, yang notabene sarat akan keberagamannya, kebhinekaannya. Dengan mengedepankan sikap toleransi, maka akan tercipta suatu keharmonisan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Toleransi dalam beragama juga diartikan sebagai sikap saling menghargai antar pemeluk agama, tidak mencampuri urusan agama lain, dan tidak memaksakan kehendak terhadap agama lain dengan tujuan apapun. Membiarkan agama lain melaksanakan ibadah keagamaannya dan tidak mengganggu ritual peribadatannya. Dengan menjunjung sikap toleransi, maka tidak akan ada golongan yang merasa paling benar sendiri, tidak ada yang merasa paling berkuasa, dan tidak ada lagi kesenjangan antar agama dalam kaitannya dengan hubungan sosial.

Sebagaimana dalam QS. Yunus: 99

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَن فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا ۚ أَفَأَنتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
Dan jika Rabbmu menghendaki tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?

            Dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang berhak mengadili atas keimanan atau kekufuran seorang manusia hanyalah Allah SWT, bukan kehendak manusia. Tidak ada manusia yang bisa memaksakan kehendaknya kepada manusia lain untuk memasuki suatu agama yang tidak dikehendaki hatinya. Sesungguhnya jika Allah menghendaki makhluknya untuk beriman, maka ia akan beriman, dan jika Allah tidak memberikan hidayah kepada makhluknya untuk beriman, maka ia tidak akan beriman.

Hadirin yang dirahmati oleh Allah…
Belakangan ini kita sering sekali mendengar berita intoleransi, baik di media massa maupun media televisi. Selesai dengan satu kasus, muncul kasus-kasus baru yang tidak kalah menghebohkan dan membuat masyarakat Indonesia kocar kacir. Diawali dengan santernya kasus penistaan agama yang dilakukan oleh bapak Basuki T. Purnama sampai yang baru-baru ini kasus puisi ibu Sukmawati yang geger dan penuh dengan kontroversi.

Di lain itu ada beberapa kasus pelanggaran dalam kebebasan beragama yang juga terjadi di beberapa kota. Seperti pembubaran kegiatan bhakti sosial Gereja Katolik St Paulus di Bantul Yogyakarta dan juga kasus pengusiran biksu di wilayah Tangerang, serta kasus penyerangan yang bertempat di Gereja Katolik St. Lidwina di Sleman. Itu hanya di tahun 2018 ini saja, belum di tahun-tahun sebelumnya. Pada 2017 yang lalu, bahkan tercatat 155 bentuk pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terjadi di 29 provinsi di Indonesia (Setara Institute).

Indonesia saat ini seperti tengah berada pada suatu kondisi yang memprihatinkan. Permasalahannya semakin hari semakin kompleks. Mulai dari isu radikalisme, isu-isu sektarianisme, sampai memunculkan sikap-sikap intoleransi dalam beragama yang kemudian mengusik ideologi bangsa dan kebhinekaan yang dimilikinya. Imbasnya adalah terganggunya keamanan dan ketertiban masyarakat, tidak hanya di wilayah-wilayah yang rawan konflik, akan tetapi hampir di seluruh wilayah NKRI.

Kira-kira, kenapa hal-hal semacam itu bisa terjadi? Apa yang salah dengan negara dengan keberagamannya ini, sehingga begitu banyak kasus intoleransi terjadi secara berkesinambungan? Kemana pemuda-pemuda bangsa yang seharusnya bisa menjadi penengah dari kerusuhan-kerusuhan yang terjadi? Apakah pemuda bangsa ini sudah melupakan tugasnya sebagai khalifah fil ardhi untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa? Atau justru pemuda jaman ini justru latah dan malah ikut serta membela serta melanggengkan ketidakadilan dan tindakan main hakim sendiri, yang dilakukan oleh segolongan kelompok, yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa ini? Hilangkah sikap saling menghargai dalam diri kita?

Mari kita mundur ke belakang dan melihat kembali perjuangan K.H. Abdurrahman Wahid. Selama masa kepemimpinannya, Gus Dur senantiasa mengajarkan pentingnya mengedepankan kebhinekaan dalam menjaga NKRI. Ajaran yang saat ini lebih populer dengan nonsektarian ini mengajak seluruh pemuda, tanpa membawa SARA turut serta berdiskusi membincangkan masa depan NKRI dengan sikap yang terbuka (tidak eksklusif).

Selain nonsektarian, Gusdur juga mengedepankan humanisme dalam berbangsa da bernegara. Bahkan ada quote menarik yang sampai sekarang masih mendengung di telinga kita bersama, “Agama jangan jauh dari kemanusiaan.” Dari pesan itu saja sudah jelas bagaimana Gus Dur ingin memahamkan kita bahwa agama-agama yang kita miliki tidak boleh sampai membuat kita lupa, bahwa kita adalah makhluk sosial yang harus bersatu atas nama bangsa.

Pembelajaran sikap toleransi juga diajarkan oleh Gus Mus. Bagi Gus Mus, seseorang yang memiliki jiwa besar akan melahirkan sikap ksatria dan toleran, sementara seseorang yang jiwanya kerdil akan melahirkan sikap dendam dan kebencian. Pesan-pesan sederhana yang diungkapkan oleh kedua tokoh besar tersebut tentunya harus selalu menjadi pijakan kita sebagai pemuda untuk senantiasa menjunjung tinggi toleransi.

Dan yang ketiga adalah yang sering kita dendangkan tapi absen untuk kita aplikasikan. Yakni teladan Hubbul Wathan Minal Iman dari Kiai Wahab Chasbullah. Dalam syiir tersebut menegaskan bahwa mencintai negeri adalah sebagian dari iman. Tentunya ketika kita sudah mendeklarasikan diri untuk mencintai Indonesia, sama artinya dengan mencintai keberagaman atau kebhinekaan yang ada di dalamnya. Jika mencintai Indonesia tapi absen mencintai keberagaman Indonesia, maka cintanya adalah cinta yang belum hakiki, cinta yang masih setengah-setengah. Betul apa betul???

Dalam kitab Ahmad, bernomor 2003, terdapat sebuah hadits yang berbunyi:

حَدَّثَنِي يَزِيدُ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ الْحُصَيْنِ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ 
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ
Telah menceritakan kepada kami Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam; "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?" maka beliau bersabda: "Al Hanifiyyah As Samhah (yang lurus lagi toleran)"

Sikap toleransi itu seperti tanaman di dalam pot. Jika terus menerus atau rutin dirabuk, disiram, disesuaikan dalam mendapatkan panas matahari, maka akan dapat tumbuh subur. Toleransi antar umat beragama pun demikian. Jika antara mayoritas dengan minoritas bisa saling menghargai, meskipun berbeda suku dan budaya bisa saling tenggang rasa, maka sikap-sikap dangkal seperti eksklusivisme, sektarianisme, bahkan radikalisme pasti tidak akan tumbuh lama di Indonesia.

Jika masing-masing pihak mau untuk saling menjunjung tinggi toleransi, maka tidak akan ada lagi sengat sengit antar agama, suku, maupun ras. Jika sudah begitu maka dampak baiknya adalah tidak aka nada lagi kekerasan yang mengatas namakan SARA. Tidak akan ada lagi tindakan main hakim sendiri, fitnah-fitnah, maupun perusakan tempat ibadah. Dan jika semua elemen masyarakat mau mengedepankan sikap toleransi, maka keamanan dan ketertiban masyarakat tentu akan selalu terjaga. Semua harus dimulai oleh para pemuda-pemuda yang akan menjadi generasi penerus perjuangan bangsa ini. Jadi… sebagai pemuda kita harus berani memulai, mengukuhkan sikap toleransi untuk menjaga kesatuan dan persatuan NKRI.

Semoga sedikit yang bisa tersampaikan ini dapat bermanfaat di kemudian hari... aamiin aamiin aamiin ya rabbal ‘alamiin.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Post a Comment

0 Comments