Puisi-puisi Agus Widiey

Masih Kepadamu

 

masih kepadamu rinduku bertalu-talu

sebab pekat-pekat jarak telah sempurna

menenggelamkan aku ke dalam gelap

tanpa sesekali bisa menatap

selebihnya harap masih tengkurap

 

di sini, bayang-bayang selalu berdendang

serupa siul burung kapodang

yang menemukan buah pisang

menjelang matang

di ladang hati yang kerontang

 

saat itu, angin membawa kabar pada daun

ihwal sebilah cinta yang hampir rabun

pada perempuan berwajah purnama

dengan senyum paling ranum untuk dinikmatinya

 

saat itu pula, aku tersesat di tubuh malam

ketika cahaya bulan tiba-tiba hilang

menjadi keabadian rindu di angan

 

tapi masih kepadamu rinduku berjuang

meski yang kudapat hanyalah bayang-bayang.

 

Sumenep, 2021

 

 

Balada Luka

 

di bawah bulan kelindan

pikiranku menyimpan pertanyaan

: akankah aku tak bisa menulis puisi

selain rindu yang terbuat dari sepi

 

setiap kata adalah duka

yang sesak dengan air mata

sebab nada-nada pilu

lahir dari harapan bisu

 

adapun nyanyian rindu

menjadi ketabahan waktu

setiap instrumentalia kenangan

membawa berita luka dan penyesalan.

 

Sumenep, 2021

 

 

Siklus Bayang

 

ada yang kembali setelah pergi

ia tak harus menunggu rindu

untuk memburu anganku

hingga larut sunyi

 

walau kedipan telah berakhir

tapi bayang-bayang terus berdesir

di antara gelap dan terang

sampai pada batas harapan

 

terkadang di lain kisah

rindu mengabdi pada resah

ia mengelilingi sebilah ingatan

dalam setangkup penantian

sebagaimana laron di bawah cahaya

sehabis hujan reda.

 

Sumenep, 2021

 

 

WallHere

 

Setelah Hujan Reda

 

ada yang ingin aku ceritakan

setelah hujan reda di halaman perasaan

ihwal daun-daun yang menggigil

dan juga basah hati di lubang sunyi

 

sementara yang membekas dari deras hujan

adalah genangan kenangan

pada batu yang berlumut rindu

serta sembilu-pilu yang memburu

 

inilah yang ingin aku ceritakan

setelah hujan reda di halaman perasaan

dan menakwil musim yang tak tentu

kapan ia akan menanggalkan rindu.

 

Sumenep, 2021

 

 

Setelah Pergi

 

masihkah engkau pantas dalam puisi?

: ketika relung jiwa ditikam oleh duka abadi

sungguh sepi telah sempurna bersemedi

mengeram di ujung perasaan ini

 

tapi jika engkau masih pantas

akan kubiarkan bayanganmu melintas

agar kata tak raggas dan mengelupas

 

seberapa jauh engkau pergi

senantiasa puisi ini akan setia menyiasati

amsal langkahmu di tanah-tanah basah

dengan catatan sejarah penuh noktah darah.

 

Sumenep, 2021

 

 

 

Elegi Sunyi

 

Tak ada jarak di hati

tapi mengapa rindu masih

memburu setiap waktu

dan aku seperti dilanda cemas paling ganas

entah sampai kapan berakhir

aku juga tak mampu menafsir

 

Seringkali tatapan menjadi peristiwa sia-sia

bila rasa masih curiga pada dosa

 

Sungguh menyedihkan ketika bayanganmu tak alpa

dan bersarang lantaran hati telah ditakdirkan untuk mencintai

selebihnya masih terpatri

sampai sunyi memikat dan tak kunjung pergi

meski hari-hari melompat  begitu saja

 

"Kekasih, sampai kapan kau mau berhenti,

merampas akalku yang tak mengerti

mengapa ramai seakan sepi"

 

Bila bayanganmu masih berdiang

Di antara gelap dan terang

izinkan aku kembali memandang

senyummu yang serupa kembang.

 

Pakondang, 2021

 

 

Surat Pengharapan

 

dalam surat ini

aku menulis puisi sunyi dan sepi

bercerita tentang sebilah harapan

yang masih sebatas penantian

rindu demi rindu selalu memburu

setiap jarak yang sulit diwiru

bahkan seringkali mengundang gelisah

ketika malam tinggal getah

 

entah, sampai kapan

bayang-bayang harus aku telan

bila wajahmu tak alpa di angan

tapi benar-benar fana dalam tatapan

 

dalam surat ini

aku berharap bayang-bayang angkat kaki

selebihnya engkau kembali

menjadi kekasih paling kinanti.

 

Sumenep, 2021 


PENULIS

Agus Widiey. Lahir 17 Mei 2002 di Batuputih Sumenep. Santri aktif pondok pesantren Nurul Muchlishin Pakondang, Rubaru.
Menulis Puisi dan Cerpen. Puisi-puisinya termaktub dalam antologi bersama dan dimuat di pelbagai media online dan cetak. Sekarang menjadi Redaktur Radar Aliyah (Komunitas Pelajar Peduli Literasi) MA Nurul Muchlishin.



Post a Comment

0 Comments