Sebuah Cerita Pendek - Perihal Mimpi

 

Sekawanan gagak menyerang pertahananku. Aku linglung. Di bawah telapak kaki kulihat aliran air serupa tinta hitam pekat, perlahan naik. Menenggelamkan separuh mata kaki.

 

Sepersekian detik kemudian tiba-tiba banjir tinta itu sudah sampai ke leher, menelan mulut dan masuk ke lubang hidung. Makin lama, alirannya mulai membuatku sulit bernapas. Lalu aku terperanjat, bangun dari mimpi lagi.

 

Kata orang, mimpi selalu punya apa-apa yang dianggap sakral. Ia bisa jadi tanda dan penanda sesuatu akan terjadi dan (mungkin) tengah terjadi. Sementara aku percaya, mimpi datang sebagai bekal, bagi diri yang papa untuk waspada.

 

dream catcher - can stock photo

Beberapa hari lalu, lima kilo minyak goreng tumpah, ketika seorang ibu dikagetkan oleh teriakan anak semata wayang.

 

“Bu, ibu… Napas bapak hilang!”

“Aku harus ngapain, Bu?”

 

Sontak ibu 53 tahun itu berlari cepat, meninggalkan jerigen dan tumpahan minyak, tunggang langgang menuju asal teriakan anak laki-lakinya.

 

Sesampai ia di depan pekarangan rumah, ia hanya mendapati sendal jepit milik anaknya, tanggal. Ia bergegas untuk masuk, mencari suaminya yang dikata hilang napas. Ia berlari ke ruang tamu, mengambil langkah gontai menuju ruang makan. Tetapi kedua ruangan itu kosong, tak ada apapun.

 

Si ibu lalu bergegas ke kamar mandi, semakin khawatir. Tapi lagi-lagi ia tak menemukan seorang pun, tidak suami maupun anak laki-lakinya. Ketika sampai di bangunan utara, di ruang televisi, barulah sosok sang suami nampak nyata di depan matanya.

 

Sang suami sedang berbaring, menghadap ke televisi dengan tenang. Dengan tontonan yang masih sama, sepanjang hari.

 

“Pak, huh. Hampir copot jantungku.”

“kupikir kau mati. Mana bocah nakal itu?”

 

Tapi sampai obrolan tunggal itu berakhir, sang suami masing diam, tak ada jawaban.

 

Tulungagung, 2 Juni 2023

 

 

Post a Comment

0 Comments