Kepada Sahabat Baru...

 

Memang sebelumnya kita apa?

Pertanyaan singkat itu sedikit mengganggu. Namun, pertanyaanmu berhasil membuat jari-jariku kehilangan kendali untuk menulis sesuatu.

 

Perkenalkan, aku sahabat barumu. Kalau kau tanya sebelumnya kita ini apa, mungkin kita hanya dua orang yang saling mengenal karena berada pada ruang diskusi yang sama, senior dan junior, mungkin? Tapi karena tidak ada istilah senior-junior dalam kamusku, jadi yaa, kita adalah rekan.

 

Sebelumnya, aku merasa beruntung, menjadi bagian kecil yang kau percaya. Aku beruntung bisa menjadi satu dari sekian orang yang mendengarkanmu, melalui tulisan. Aku beruntung bisa memiliki teman baru sepertimu. Mungkin, Tuhan memang sengaja memberikan beberapa lembar kosong untuk kita isi dengan saling bertukar cerita tentang luka masing-masing.

 

IDN TImes

Seperti yang kukatakan dalam pesanku.

Aku hanya percaya, setiap orang memiliki satu titik untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Menerima kekalahan, menyadari kesalahan, menemukan kebaikan dalam dirinya, kebermanfaatan dan tujuan hidupnya, merasai kecewa, marah, sedih, bingung, senang, lega, dan menerima itu semua dengan lapang. Tetapi tak kupungkiri, memang tidak semua orang bisa mencapai atau menemukan titik itu. 

 

Ada yang tidak butuh waktu lama tapi ada juga yang butuh banyak waktu sampai kehabisan waktu. Ya, kuharap sembari mencari itu, kita tetap bisa berjalan, tetap peduli dengan diri sendiri, seberapa pun kita merasa buruk. Kita harus tetap hidup, setidaknya untuk menghargai napas yang kita punya dan menghargai orang-orang yang menyayangi kita.

 

Aku mungkin belum pernah ada di posisimu, merasai apa-apa yang kau kalutkan. Namun, aku percaya kau dan aku bisa melalui persoalan demi persoalan, melalui jalan demi jalan dan menuju jalan lain yang lebih terang. Pelan saja. Membiarkan tuntuan demi tuntutan selesai dengan perlahan.

 

Oh, tentang kepekaan. Kadang kita terlampau peka sehingga merasa segala sesuatu yang terjadi pada orang lain adalah ulah kita. Kadang, hal-hal buruk yang menimpa orang lain justru menciptakan luka dan nganga yang lebih lebar bagi diri kita. Meski sesungguhnya apa-apa yang terjadi, tidak berkaitan dengan kita.

 

Kuakui, meyakinkan diri sendiri bahwa kita bukan penyebab kekalutan orang lain, bukan sesuatu yang mudah. Buktinya, tidak hanya kau. Pun aku kerap ada di posisi yang sama. Kita sama-sama sering nongol di antara dua sejoli. Kita juga kerap hadir di saat-saat rentan, ketika bom waktu meledak seolah-olah kita yang menyalakannya. Seakan-akan kita adalah biang kerenggangan, biang kegagalan, biang kerusakan dan luka. Tapi, apakah benar-benar kita?

 

Kover Magazine

Hei, teman baru. Aku yakin kita hanya butuh waktu untuk menyadari bahwa tidak semua kesengsaraan orang lain adalah ulah kita. Sedikit waktu untuk memahami kenyataan bahwa kita manusia biasa yang ditakdirkan mengetahui dan melihat jiwa-jiwa yang luka, tersisih, sakit, dan mungkin juga kalah.

 

Sebagai manusia biasa, kita tidak hadir untuk selalu membahagiakan semua orang. Kau juga pasti tahu itu sesuatu yang hanya memiliki kemungkinan sepersekian persen. Kita hanya harus jujur kepada diri sendiri, belajar memahami kebutuhan personal dan memenuhi hak tubuh untuk menentukan apa-apa yang baik bagi diri sendiri. Menyadari bahwa tiap-tiap manusia memiliki hidupnya sendiri-sendiri.

 

Jadi, mari kita belajar dan terus mengupaya. Aku tidak tahu sampai kapan kita bisa bernapas dan bisa saling bertukar cerita. Maka, selagi bisa, ijinkan aku menuliskan sedikit cerita-cerita kita di sini. Setidaknya, ada sesuatu yang menandai pertemanan kita, menandai bahwa kita pernah saling bertukar cerita. Menandai bahwa kita sadar penuh sebagai manusia biasa.

 

Terima kasih telah bersedia menjadi sahabat baruku. Semoga kita bisa pulih dari remuk masing-masing, dari keadaan yang tidak utuh. []

 

Tulungagung, 05-06 Oktober 2021.

Post a Comment

1 Comments